HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU

HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU - Hallo sahabat infomasi berita unik dan pengetahuan, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Lifestyle, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU
link : HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU

Baca juga


HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU

Kewajiban dan hakdengan membaca suatu hal yang mengusik batin. Suatu hal yang sesungguhnya ngga perlu terlampau mengganggu namun karena berkali-kali saya lihat modus seperti ini, saya terasa ada sejenis pemahaman yang sejatinya perlu untuk diluruskan. Modus yang saya maksud yaitu pengutipan ayat-ayat Allah dengan cara parsial hanya untuk membetulkan tindakan kita. Dalam masalah ini yaitu pembenaran tindakan seseorang suami atas istrinya.

Ada satu cerita yang seringkali dijadikan acuan tentang hal semacam ini, tersebut kutupan cerita tersebut

“Seorang suami pergi karena satu masalah meninggalkan rumah. Sebelum pergi, sang suami berpesan kepada istrinya, “jangan kamu keluar rumah sebelum aku datang”

Tidak lama sesudah kepergian suaminya, datanglah seorang yang diutus oleh orangtua si istri, yang menyampaikan kabar pada si istri tersebut bahwa ayahnya tengah sakit parah. Si istri menyampaikan pada utusan tersebut, ” suamiku berpesan bahwa saya tidak bisa keluar rumah sampai ia datang”. Pulanglah utusan itu. Esok harinya, utusan itu datang kembali serta menyampaikan kabar bahwa ayah si istri tersebut tengah dalam situasi sakit kerasa dan sakaratul maut. Namun si istri terus memberi jawaban yang sama, yakni bahwa di tidak bisa meninggalkan rumah untuk menjenguk ayahnyanya lantaran suaminya melarangnya meninggalkan rumah saat sebelum sang suami datang. Esok harinya, si utusan datang kembali dengan membawa berita bahwa ayah si istri sudah meninggalkan serta akan dikebumikan, namun jawaban si istri tetaplah sama.

Setelah suaminya datang diadukan permasalahan ini pada Rasulullah, serta beliau menyampaikan bahwa si ayah yang meninggal masuk surga karena anak perempuannya patuh pada suaminya”

Dalam cuplikan cerita itu demikian luar biasanya kepatuhan istri pada suaminya serta bahkan juga mengalahkan rasa patuhnya pada kedua orang tuanya yang membesarkannya semenjak kecil, serta hal itu memanglah dibenarkan dalam agama islam. Bahwa saat seorang wanita menikah, jadi tanggung jawab terhadapnya sudah berpindah dari orangtua pada lelaki yang menikahinya. Tidak tanggung-tanggung, sangat banyak ayat Allah yang mengukuhkan hal semacam ini.

Kebanyakan orang memberikan pujian pada kepatuhan istri, namun tidak sering sekali yang ajukan pertanyaan, suami jenis apakah didalam cerita tersebut di atas hingga si istri sedemikian patuhnya pada perintah sang suami itu? Gambaran istri ideal yang dipertunjukkan dalam cuplikan cerita di atas tentu akan tidak disandingkan dengan gambaran seseorang suami yg tidak ideal bukan? Terbersit pertanyaan dalam hati saya, bagaimanakah kepatuhan ini akan berjalan untuk suami yg tidak bertanggungjawab pada si istri. Untuk suami yang bukannya menghidupi istrinya namun malah menghamburkan harta istrinya bahkan juga tanpa ada sepengetahuan istrinya, atau untuk suami yang bukannya mengayomi istri sebagai tanggung jawabnya namun jadi mengeluarkan kata-kata kasar bahkan juga berani secara fisik menyakiti istrinya, bagaimanakah kepatuhan ini berlaku?

Secara manusiawi, sebentar tidak pedulikan masalah agama, kok enak bener ya suami ini, dah ngga menghidupi istri, selingkuh, giliran istri minta cerai eh jadi jawabannya seperti gitu. Secara agama, sebagian ayat memanglah memberikan indikasi demikian. Bahwa istri yang menuntut cerai suaminya tak akan mencium bau surga. Namun sekali lagi pertanyaannya muncul, istri macam apa yang menuntut cerai suami yang macam apa juga?

Benar bahwa surga seseorang istri terdapat pada ridho suaminya. Apa pun yang disuruh oleh suami, istri mesti memenuhinya. Bila kita cuma dengan cara sempit mengartikan hal semacam ini maka, apakah beberapa hal tertulis di bawah ini dapat dibenarkan?

· Suami yang tidak mau bekerja mencari nafkah benar meminta istri bekerja mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, tanpa ada sang suami perlu bekerja, serta si istri harus mematuhinya.

· Suami yg tidak berupaya memberi nafkah pada istri serta anaknya, benar untuk menggunakan harta yang didapat oleh istrinya.

· Suami yang mewajibkan istrinya melayaninya dengan baik benar berselingkuh dengan wanita lain.

· Suami benar untuk menghajar istrinya –dalam keadaan apa pun dengan argumen apapun- karena suami kan memiliki hak untuk melakukan apapun pada istrinya

· Suami benar menyuruh istrinya untuk jadi prostitute untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Well, hanya sebagian contoh kecil saja.

Sekali lagi saya berani menyatakan bahwa memanglah sudah kewajiban istri untuk taat serta mengabdi pada suaminya. Namun tak pernah bisa dilupakan bahwa sekian besarnya kewajiban istri atas suami juga mempunyai konsekwensi kewajiban suami pada istri. Allah memberi kuasa yang demikian besar pada seorang laki-laki sebagai seseorang suami tidak ada tanggung jawab di dalamnya. Pengabdian serta kepatuhan seseorang istri pada suami adalah hak suami yang menemani kewajibannya pada si istri. Demikian juga tanggung jawab suami pada si istri adalah hak si istri yang menemani kewajibannya mengabdi serta mematuhi suaminya.

Namun kerapkali saat saya mengemukakan tentang keharusan seseorang suami yang mengikuti kuasa bearnya ini, sebagian orang laki-laki bersembunyi dibalik segi materiil di mana mereka mempertnyakan bagaimanakah bila suami telah berusaha keras namun masihlah tak dapat penuhi tuntutan istri? Apakah istri bisa tidak taat pada suami?

Baiklah saya akan ajukan pertanyaan kembali, bagaimanakah bila si istri telah dengan sepenuh hati melayani suaminya namun suaminya masihlah selingkuh? Apakah suami masih tetap memiliki hak memperoleh kepatuhan istri?

Basic kedua pertanyaan itu sama, rasa tidak puas. Selalu terasa kurang yaitu karakter dasar manusia, dapat membuatnya maju dapat membuatnya makin mundur. Bila kedua pertnyaan itu diserahkan saya akan menjawabnya dengan simpel saja.

Ukuran tanggung jawab tidak dengan rasa puas tidak puas, kurang atau lebih. Saat seseorang suami sudah berusaha sekeras mungkin saja serta sepenuh hati mencari nafkah untuk penuhi keperluan keluarga (termasuk juga istri) disitulah bentuk tanggung jawabnya juga sebagai seseorang suami. Seandainya hal semacam ini masih tetap menyebabkan rasa tidak puas pada diri si istri, mungkin saja memanglah istrinyalah yang harus dipertanyakan. Sama seperti bila si istri telah sepenuh hati melayani suami, jadi disitulah letak pengabdian istri pada suami. Permasalahan suaminya masih tetap tidak terasa puas hingga mencari wanita lain, mungkin saja saat ini giliran suaminya lah yang harus dipertanyakan.

Baik bila rasa tidak puas digunakan sebagai motivasi untuk terus melakukan perbaikan diri, bukan alasan untuk saling mengingkari tanggung jawab serta kewajiban.

Mungkin saja ada beberapa kita yang memikirkan bila masing-masing tahu hak serta kewajibannya ngga akan jadi permasalahan serta ngga butuh dipermasalahkan. Nah, disitulah letak masalahnya.

Semoga menjadi inspirasi, dan jangan lupa dishare ya…..


Demikianlah Artikel HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU

Sekianlah artikel HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU dengan alamat link https://gakbosan.blogspot.com/2016/02/hak-ku-kewajiban-mu-hak-mu-kewajiban-ku.html

0 Response to "HAK KU KEWAJIBAN MU, HAK MU KEWAJIBAN KU"

Post a Comment

cari artikel disini